28 September 2009

Rodrigo Roa Walikota Nyentrik 2


Rodrigo Roa ''Django'' Duterte, Wali Kota Nyentrik dari Davao (2)
Buka Praktik Curhat Seminggu Tiga Kali

Sumber: Jawapos, Senin 28 September 2009

Rodrigo Roa Duterte adalah wali kota dengan karakter yang sangat ''jalanan''. Davao yang diklaimnya sebagai kota terluas di dunia dia atur sebagaimana mengatur sebuah gang. Banyak persoalan diselesaikan dengan model street justice. Davao kini jadi kota termakmur di Mindanao, bahkan Filipina. Semangat begitu mungkin bisa ditiru dikit-dikit pejabat publik di Indonesia.

Laporan : Kardono S. Davao, Filipina

---

RUANG ''praktik curhat'' Duterte berbentuk memanjang, kira-kira berukuran 6 x 10 meter. Suasananya persis dengan ruang tunggu dokter. Ada kursi panjang dan orang-orang yang hendak menyampaikan unek-unek duduk berjejer menunggu giliran. Di depan para pengantre ada sebuah meja panjang yang diisi tiga orang. Yang duduk di tengah tentu saja Rodrigo Roa ''Django'' Duterte, city mayor Davao. Dua orang lainnya bergantian. Kadang deputinya, kadang kepala dinasnya. Bergantung situasi.

Itu sangat berbeda dengan tatap muka langsung antara penguasa dan rakyat model kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca, dan pemirsa) zaman Pak Harto. Itu adalah forum tanya jawab Duterte sebagai wali kota dengan warga, tanpa rekayasa dan dilakukan secara rutin. Di forum itu Duterte mendengar langsung keluhan, aduan, protes, dan semacamnya dari masyarakat, lalu mencarikan penyelesaiannya. Solusi itu sebisa mungkin juga diupayakan secara langsung oleh Duterte. Masyarakat bebas mengadukan semua persoalan. Buruknya pelayanan publik, persoalan sosial, masalah pribadi dalam rumah tangga, atau apa pun ke sang wali kota.

Duterte melakukan itu di City Hall of Davao setiap Senin, Rabu, dan Jumat. Dia buka ''praktik curhat'' mulai pukul 13.00 hingga selesai -biasanya selesai paling cepat pukul 19.00.

''Pada Selasa dan Kamis, saya biasanya ke daerah. Ya seperti ini, mendengarkan langsung keluhan masyarakat,'' kata sang wali kota.

Davao adalah sebuah kota yang sangat luas -Duterte mengklaim kota itu terluas di dunia. Luasnya lebih dari 2.000 km persegi. Jawa Pos pergi dari ujung selatan ke timur, juga selatan ke barat, menghitung jarak yang ditempuh adalah 50 km. Jadi, tak semua warga bisa mencapai kota untuk sekadar mengeluh.

Macam-macam yang diadukan, mulai kesulitan bayar bill rumah sakit, buruknya jalan di kampung, orang yang mau naik haji tapi tak punya uang, hingga ke layanan publik. Saat Jawa Pos melihat secara langsung public complaint tersebut pada Rabu (23/9), Duterte tengah mendengarkan pengaduan seorang wanita yang suaminya melakukan kekerasan dalam rumah tangga kepada dirinya. Mendengar itu, Duterte langsung memanggil Attorney Melchor Y. Quintain, city legal office-nya, dan meminta dia mengambil langkah-langkah hukum untuk menjaga sang istri dari keke­rasan suami. Selain itu, Duterte meminta Quintain segera memanggil sang suami untuk membahas masalahnya. Kepada si perempuan, Duterte juga meminta untuk segera menyelesaikan masalah internalnya.

Hal itu menarik karena jarang-jarang ada pejabat publik yang levelnya lebih tinggi daripada gubernur mau berhubungan langsung dengan warga yang sedang dirundung masalah. Sistem pemerintahan dalam negeri Filipina memang unik. City mayor adalah pejabat yang langsung bertanggung jawab kepada presiden, sedangkan gubernur bertanggung jawab kepada Mendagri. Gubernur hanya mengepalai kota-kota kabupaten. Bukan kota madya. Di Mindanao, ada empat daerah yang dikepalai city mayor. Yaitu, Davao, General Santos, Kagayan, dan Zamboanga.

Sungguh menyenangkan rasanya melihat pejabat setingkat di atas mau mendengarkan langsung dan menyelesaikan keluhan masyarakat. Berbeda dengan di Indonesia, yang kebanyakan pejabatnya hanya menyediakan kalimat: ya, aspirasi Anda kami tampung, nanti kami selesaikan... Tak jelas entah kapan penyelesaiannya.

Kasus yang dilakukan Duterte juga termasuk masalah-masalah finansial dalam rumah tangga. ''Tiap hari ada saja masyarakat kurang mampu yang terbelit masalah keuangan. Misalnya, tak mampu membayar biaya rumah sakit,'' katanya. Terhadap problem jenis itu, Duterte berusaha membantu secara langsung. ''Tiap hari kami menganggarkan 500 ribu peso hingga 700 ribu peso (sekitar Rp 100 juta-Rp 140 juta). Dana itu dari anggaran departemen sosial kami. Begitu sudah sampai 700 ribu peso kami stop. Pemohon yang belum kebagian hari itu bisa datang lagi besok,'' lanjut Duterte.

Apa yang membuat dia melakukan itu? Duterte mengatakan, itu adalah konsekuensi pilihan langsung. ''Mereka memilih saya secara langsung dan saya juga harus mendengarkan mereka langsung. Bila ada apa-apa, masyarakat tentu pengin mengadu langsung ke wali kota untuk segera diselesaikan. Kalau saya menjadi masyarakat, kalau ada apa-apa, saya pasti juga ingin langsung mengadu ke penentu keputusan,'' ucap sosok yang tak suka basa-basi itu dengan suara keras.

Gaya Duterte memang tak lazim. Namun, dia berhasil menyenangkan rakyatnya. Indikator ekonomi memang kurang menggembirakan. Pendapatan rata-rata masyarakat Davao sekitar Rp 1 juta per bulan, dengan harga bensin fluktuatif mengikuti pasar dunia (di kisaran Rp 7.300 per liter). Dua hal yang seharusnya membuat masyarakat Davao hidup dalam kemiskinan.

Namun, itu tak terjadi. Rakyat Davao tergolong tak kekurangan dan merupakan yang paling makmur di seantero Mindanao. Itu terjadi karena Duterte menyiapkan banyak jaring pengaman sosial. Angkutan publik, misalnya. Untuk jeepney (semacam angkot, Red), dengan harga bensin Rp 7.200, tarifnya hanya Rp 1.400. Untuk anak sekolah, warga sepuh, dan orang cacat malah hanya cukup membayar Rp 500. Begitu pula taksi, tarifnya sangat murah. Dengan Rp 20 ribu saja, Anda bisa bepergian dari ujung Davao ke ujung lainnya. Itu masih ada diskon pula untuk senior citizen dan orang cacat. ''Kami memang menyiapkan anggaran besar untuk kepentingan sosial. Jeepney dan taksi memang kami subsidi,'' tuturnya. Subsidi untuk taksi diberikan ketika membeli bensin dan langsung mendapat potongan tiap liter.

Saya membatin, bila diterapkan di Indonesia, pasti akan banyak penyalahgunaan. Angkot dan taksi bisa datang ke SPBU berkali-kali untuk isi bensin, tapi kemudian ditap dan dijual lagi ke pengecer. Namun, itu tidak terjadi di Davao karena Duterte meminta para sopir jujur. ''Kalau ketahuan curang, kami akan menindak secara tegas,'' paparnya. Sanksinya adalah pelarangan menyopir selama satu bulan atau bahkan hak mengemudinya dicabut, bila pelanggarannya berat.

Spanduk-spanduk di terminal yang bertulisan Be honest, even if the others are not (Jujurlah, meski yang lain tidak) ternyata bukan slogan kosong. Tak ada sopir yang memutar-mutarkan penumpang dulu supaya argo banyak. Bahkan, sopir mengembalikan barang penumpang yang tertinggal adalah cerita sehari-hari di Davao. Ketika saya bertanya ke Mao, taksi yang saya tumpangi, bagaimana cara mengontrol kejujuran, ternyata parameternya sederhana. ''Anda tinggal mencatat nomor lambung kami dan mengadukan ke public complaints,'' tandasnya. Duterte dikenal sangat menghargai para turis. Dia akan langsung marah ketika ada turis yang mengadu karena dicurangi sopir. Dan, para sopir sangat takut bila Duterte marah.

Selain itu, Davao bercita-cita ingin menjadikan Davao kota pro lingkungan. Makanya, penerapan kawasan terbatas merokok sangat ketat. Di Davao, larangan merokok bisa dibilang lebih ketat daripada di Singapura. Kalau masih berada di bawah atap (bahkan bila berada di bawah halte yang ada atapnya kecil, Red), tak boleh merokok sama sekali. Juga di dalam kamar hotel. Termasuk di taman kota yang notabene adalah kawasan terbuka. ''Kami ingin kota ini menjadi aman dan nyaman bagi siapa pun,'' tandasnya.

Duterte juga terbantu dalam mengelola kotanya. Karena yang menjadi wakil wali kota adalah Sarah Duterte, anak sendiri. Di Davao, wakil wali kota otomatis menjadi ketua city council (dewan kota, seperti DPR kota, Red). Belum lagi, Paulo Duterte, anaknya yang satu lagi, juga menjadi anggota dewan kota. Jadi, kebijakan Duterte biasanya langsung lolos ketika diajukan di dewan kota.

Tak heran bila tagline kota Davao adalah ''The most livable place in Philippines''. Dengan penataan seperti itu, Davao terus menggeliat dengan pertumbuhan 4,9 persen hingga 5,7 persen tiap tahun (menurut Department of Budgeting and Management Filipina). Menurut seorang diplomat yang tak mau disebutkan namanya, delapan tahun lalu Davao masih lebih kecil daripada Manado. ''Tapi, kini sudah menyamai Makassar,'' ucapnya. Makanya, Davao memang menjadi tempat yang livable. Udara segar, di seluruh sudut kota tertata apik, jalur hijau yang ditumbuhi tanaman (meski belum sebagus Surabaya), dan para sopir transportasi publik yang jujur. (lea)

Tidak ada komentar: