04 September 2009

Mantan Pelatih Indonesia yang Kini Tangani India


Sumber: Jawapos, Kamis 3 September 2009

Atik Jauhari, Mantan Pelatih Indonesia yang Kini Tangani India

Lelah Berpetualang Terus

Beberapa tahun terakhir, bulu tangkis India maju pesat. Puncaknya, Saina Nehwal sanggup menjadi juara Indonesia Super Series 2009. Faktor Atik Jauhari tidak bisa dianggap sebelah mata.
---

INDIA menorehkan sejarah dalam Indonesia Terbuka 2009. Gelar tunggal wanita jatuh ke tangan pebulu tangkis negara yang beribu kota di New Delhi tersebut, Saina Nehwal. Pebulu tangkis peringkat ketujuh dunia itu mampu menundukkan Wang Lin asal Tiongkok. Sayang, di Kejuaraan Dunia 2009 di negeri sendiri, India gagal mendapatkan gelar.

Kendati begitu, harus diakui bahwa India kembali menjadi kekuatan bulu tangkis dunia. Sebelumnya, negeri tersebut pernah diperhitungkan di era 1980-an lewat Prakash Padukone dan awal 1990-an melalui Pullela Gopichand.

Bulu tangkis India maju salah satunya berkat jasa Atik Jauhari. Mantan pelatih Pelatnas Cipayung itu adalah pelatih kepala di pelatnas India. Sejak 19 Agustus 2008, pria kelahiran Bandung, 14 Agustus 1949 itu membesut para pebulu tangkis terbaik di India. Pelatnas di India dilakukan di dua tempat, Bangalore dan Hyderabad.

Atik mengepalai pelatnas di Hyderabad di Pullela Gopichand Badminton Academy. Di Bangalore, pelatnas dilangsungkan di Prakash Padukone Badminton Academy. Dua akademi itu milik dua legenda bulu tangkis India, Pullela Gopichand dan Prakash Padukone, yang menyumbangkan gelar juara All England bagi negaranya.

"Di sini, saya menangani semuanya. Mulai membuat program sampai mengawasi kemanjuan anak-anak satu per satu," jelas Atik saat ditemui di tempat tinggalnya, Ridge Hills Apartment, Hyderabad.

Namun, Atik tidak sendiri. Di sana dia memiliki asisten dari Indonesia, Hadi Idris. Hadi bertugas menjadi multifeeder bagi para pebulu tangkis India.

Atik menyatakan, kontraknya habis pada Desember tahun depan, usai dihelatnya Commonwealth Game 2010 (Pesta Olahraga Persemakmuran). Kebetulan, multieven antarnegara persemakmuran Inggris itu dilangsungkan di India.

"Sebelum kontrak saya habis, saya menargetkan mengantarkan Saina masuk jajaran lima besar. Tahun lalu, Saina berada di urutan ke-15, sekarang sudah keenam. Artinya, tugas saya tinggal sedikit," urainya. Setelah kontraknya dengan BAI (Asosiasi Bulu Tangkis India) habis, Atik mengatakan tidak akan memperpanjangnya, meski sudah ada omongan-omongan kontraknya. "Saya sudah lelah terus bertualang ke luar negeri. Saya ingin menghabiskan masa tua di kampung halaman," tuturnya.

Sebelum melatih India, selama dua tahun (2006-2008) suami Neng Titi itu menjadi pelatih di Thailand dan memoles Ponsana bersaudara (Boonsak dan Salakjit). Sebelum itu, Atik memoles para pemain Pelatnas Cipayung pada 2004-2006.

Di Pelatnas Cipayung, tugasnya melatih para pemain ganda wanita. Di antaranya, Gresyia Polii/Jo Novita. Sebelum kembali ke pelatnas, Atik melatih para pemain Swedia. Dia berada di Swedia pada 1999-2003.

Awal karir Atik sebagai pelatih memang diawali di Pelatnas Cipayung pada 1974-1999. Lalu, apa yang membuat Atik akhirnya melatih di luar negeri? Atik tak menampik bahwa alasan utamanya melanglang ke luar negeri adalah penghasilan. "Saya butuh banyak uang untuk membiayai anak-anak saya. Terus-terang, di luar negeri hasilnya lebih baik. Tapi, kapan pun PBSI membutuhkan bantuan, saya pasti bersedia. Itu adalah komitmen saya sebagai insan bulu tangkis Indonesia," jawab ayah empat anak tersebut.

Dia mengatakan, negara yang membuatnya terkesan saat menjadi pelatih adalah Swedia. Tak heran, dia bertahan di sana sampai empat tahun. Anak terakhirnya, Yanuar Anas, bahkan tinggal dan berkuliah di Negeri Skandinavia tersebut.

Menurut Atik, federasi bulu tangkis Swedia cukup puas dengan kinerjanya. Sampai-sampai mereka menawari Atik dan keluarganya untuk menjadi warga negara di sana. "Saya tidak menerima tawaran itu. Sebab, bagaimanapun saya masih cinta Indonesia," ujarnya.

Atik sebenarnya tidak menyangka akan menjadi pelatih keliling. Karirnya sebagai pelatih bisa dibilang bermula dari kecelakaan. Pada akhir 1960-an sampai awal 1970-an, Atik adalah pebulu tangkis nasional. Terakhir, dia berpasangan dengan Christian Hadinata pada 1971. Saat itulah musibah tersebut terjadi.

"Waktu latihan, smes Christian tidak sengaja mengenai mata saya. Akibatnya, mata saya tidak begitu awas lagi. Pada 1974, saya coba main lagi, tapi tidak bisa maksimal. Akhirnya, saya belajar melatih," lanjutnya.

Dia mengatakan, selama melatih di pelatnas, anak didiknya yang paling membuatnya terkesan adalah ganda Ricky Subagja/Rexy Mainaky dan Chandra Wijaya/Tony Gunawan. Menurut Atik, dua pasangan itu merupakan ganda pria terbaik Indonesia sepanjang masa. "Mereka sangat berbakat. Tapi, mereka juga giat berlatih. Itu membuat mereka semakin baik," tegasnya. (m. dinarsa kurniawan/diq)

Biasa Borong Beras

Sumber: Jawapos, Kamis 3 September 2009

SETIAP tempat pasti memiliki budaya dan situasi yang berbeda. Karena itu, setiap kali berpindah tempat, Atik Jauhari harus menyesuaikan diri dengan budaya setempat.

Dia menyatakan, kali pertama melatih di luar negeri, yaitu di Swedia, dirinya butuh waktu cukup lama untuk beradaptasi. Sebab, kondisinya memang sangat berbeda. Terutama suhu yang jauh lebih rendah daripada di Indonesia. Apalagi, di sana ada musim salju.

Hal serupa dialami di India, tempat Atik kini melatih. Dia juga harus beradaptasi. Adaptasi itu lebih banyak dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan budaya di negeri yang dilalui aliran Sungai Gangga tersebut. "Mengenai masalah iklim, tidak jauh berbeda dari Indonesia. Jadi, nggak ada masalah," katanya.

Mengenai budaya, Atik harus bekerja ekstrakeras untuk menyesuaikan diri. Mayoritas penduduk Swedia bukan muslim seperti di Indonesia. Warna religius di negara itu juga tidak begitu terasa. Kondisi tersebut berbeda dari India yang sangat kental dengan pengaruh Hindu dalam kehidupan sehari-hari rakyatnya. Apalagi, penduduk India memiliki karakter unik. "Di sini, semua persiapan serba mendadak. Awalnya, stres. Tapi, lama-lama bisa melatih kesabaran," ungkapnya.

Salah satu contohnya dialami Atik saat mempersiapkan tim jelang Makau Gold Grand Prix bulan lalu. Saat itu, hanya sehari sebelum keberangkatan, dia diberi tahu bahwa dirinya akan dibrangkatkan ke Makau. Tapi, dia batal berangkat. Sebab, dia masih tersandung urusan administrasi di New Delhi.

Atik dan istrinya yang ikut diboyong ke India cukup maklum dengan budaya India. Tapi, lidah mereka belum bisa menerima masakan India. Dia menuturkan bahwa masakan India terlalu banyak mengandung rempah-rempah. Dia juga tidak cocok dengan beras India yang disebut Basmati.

"Kalau lagi ke luar negeri, seperti Tiongkok, Makau, atau Vietnam, saya selalu borong beras. Kadang-kadang, saya titipkan anak-anak biar bisa bawa banyak," paparnya.

Apalagi, saat sedang berkunjung ke Indonesia. Bahan makanan adalah barang yang paling banyak dibawa ke India. Saat berkunjung ke apartemennya, memang barang yang terlihat adalah bahan makanan dari Indonesia. Misalnya, kerupuk udang, terasi, dan kopi toraja. (nar/diq)


Hafal Seratus Lagu

Sumber: Jawapos, Kamis 3 September 2009

KESEHARIAN Atik Jauhari memang kerap dihabiskan di lapangan bulu tangkis. Tapi, ketika tidak sedang melatih, dia banyak menghabiskan waktu untuk bernyanyi sembari bermain gitar yang menjadi hobinya.

Atik mengatakan, hobi bermain gitar dimulai sejak menjadi pebulu bulu tangkis di pelatnas. "Waktu saya masuk pelatnas, di kamar saya selalu ada gitar yang saya beli di Guangzhou. Selain saya hobi nyanyi, waktu itu di pelatnas tidak ada hiburan," kenang Atik.

Kala menjadi atlet, dia menyatakan baru berpisah dengan gitar ketika harus pergi ke luar negeri untuk mengikuti turnamen. Atik belajar bermain gitar dan bernyanyi secara otodidak.

Masa mudanya, kata Atik, merupakan zaman keemasan para musisi rock n roll. Tak heran, Atik hafal lagu-lagu The Beatles atau Elvis Presley. Untuk musisi Indonesia, Atik menyukai Broery Marantika, Bimbo, dan Ebiet G. Ade.

"Saya hafal sekitar seratus lagu Indonesia maupun Barat," ujar Atik sambil menyetel gitar akustiknya.

Selain sebagai pelatih bulu tangkis andal, ternyata, Atik sangat berbakat menjadi penyanyi. Suaranya merdu dan lantang dengan vibrasi yang menggetarkan. Saat ditemui di apartemennya di Hyderabad, India, dia membawakan beberapa lagu. Di antaranya, Angin Malam dari Broery Marantika dan Melati dari Jayagiri milik Bimbo.

Dengan modal suara merdu, Atik mengatakan sering didaulat untuk menyanyi setiap kali Asosiasi Bulu Tangkis India (BAI) mengadakan acara. Tidak hanya di India, di tempat-tempat lain dia melatih, Atik juga kerap menjadi penghibur dadakan.

Dia memang piawai bernyanyi dan bermain gitar. Bakat seni itu menurun kepada anak-anaknya, terutama anak bungsu, Yanuar Anas, 23. Atik mengatakan, Yanuar sempat memiliki band dan rekaman di Swedia.

Selain bernyanyi dan bermain gitar, hobi lain Atik adalah memasak dan meminum kopi. Minimal dua cangkir kopi selalu dia minum setiap hari. Di apartemennya, dia juga selalu menyediakan kopi. Saat itu, Atik bilang di dapurnya ada dua macam, yakni kopi Toraja dan kopi Italia. "Kopi membuat saya lebih bersemangat,'' ucapnya. (nar/diq)

Tidak ada komentar: