28 September 2009

Rodrigo Roa Wali Kota Nyentrik 1

Rodrigo Roa ''Django'' Duterte, Wali Kota Nyentrik dari Davao, Filipina (1)
Warning Penjahat Melalui TV, Punya Eksekutor Khusus

Sumber: Jawapos, Minggu 27 September 2009

Masih ingat -atau setidaknya pernah dengar- film koboi klasik pada 1970-an, Django, yang dibintangi Franco Nero? Rodrigo Roa Duterte adalah sosok wali kota yang memimpin Davao, Filipina, dengan gaya seperti koboi jagoan itu. Wilayah yang tadinya dipenuhi peperangan antarkelompok revolusioner dan keributan antarbandit di bawah kekuasaannya kini aman.

Kardono Setyorakhmadi, Davao

---

PEACE and Order. Damai dan tertib. Dua kata itu merupakan kredo Duterte dalam mengelola kotanya. Dia merangkul banyak pihak, namun sangat tegas memberesi para penjahat yang membuat kota menjadi tak aman. ''No security, no business. No business, you cannot pay anything. People can not go to school, and the economy stuck,'' tandasnya. Ba­ginya, keamanan adalah investasi yang sangat mahal.

Duterte yang sehari-hari selalu bercelana jeans, membagi ancaman keamanan di wilayahnya ke dalam empat hal. Yaitu, ancaman keamanan dari kelompok revolusioner (MILF, MNLF, NPA, Abu Sayyaf), konflik antarsuku, tindakan semena-mena aparat, dan para bandit. Dia sangat serius menangani kasus-kasus itu. Beginilah cara dia menangani.

Yang pertama adalah kelompok revolusioner. Alih-alih memerangi, Duterte malah merangkul mereka. ''Saya tidak memerangi kelompok revolusioner. Mereka punya idealisme sendiri yang saya hargai,'' ucapnya.

Untuk itu, Duterte mempersilakan kelompok revolusioner bertemu dan berkumpul tanpa takut ditangkap. Syaratnya cuma satu, Duterte meminta kelompok itu tak beraksi di Davao. Hasilnya, cespleng.

Tak pernah ada aksi kekerasan di Davao oleh kelompok revolusioner kendati Mindanao adalah daerah yang bergolak.

Kedua adalah konflik antarsuku. Di Filipina, itu adalah masalah serius. Untuk mengatasi masalah itu, Duterte mengangkat deputi dari tiap suku yang ada, kemudian meminta mereka ''menertibkan'' suku masing-masing. Dia juga cukup bijak bila ada tanda kerusuhan. ''Selain meminta deputi, saya mengirimkan tentara dan polisi. Tapi, saya lihat dulu apa agamanya,'' urainya.

Bila konflik terjadi di suku beragama Islam, Duterte mengerahkan tentara dan polisi Islam untuk melakukan pendekatan. Karena itu, meski di kota lain sering terjadi konflik suku, tak sekali pun itu terjadi di Davao.

Ketiga adalah soal aparat yang sewenang-wenang. Duterte sangat keras terhadap masalah itu. Pernah, Maret lalu, dia menerima pengaduan dari seorang warga. Pelapor mengaku dipukuli seorang polisi ketika sama-sama mabuk di sebuah kelab malam.

Tanpa banyak cingcong, di hadapan pelapor, Duterte menelepon chief of Davao City Police untuk mengirimkan anggota yang mokong itu ke kantornya. Dia kemudian menutup semua ruangan dan menanyakan kepada pelapor diapakan saja.

''Saat itu dia (pelapor) mengatakan bahwa kepalanya dipukul. Karena itu, langsung saya pukul kepala polisi itu,'' ucapnya, lantas menirukan gerakan memukul. Kemudian, Duterte bertanya kepada pelapor lagi dan dijawab ditendang. Duterte pun menendang si polisi itu.

Benar-benar Django! Warga yang melapor puas, polisi itu kapok. Setelah berjanji tak akan mengulangi lagi perbuatan buruknya, si polisi nakal dipulangkan. ''Di sini, saya berkuasa. Polisi pun takut kepada saya,'' katanya, sedikit jemawa.

Duterte memang tak omong kosong. Karena sistem pemerintahannya, Davao City Police tak hanya bertanggung jawab kepada Philippines National Police (PNP), tetapi juga ke penguasa daerah. Sebab, meski gaji polisi berasal dari pemerintah pusat, anggaran operasional semua dari pemerintah daerah. Bahkan, PNP tak punya kewenangan menempatkan seorang polisi menjadi Kapolwil. PNP hanya mengajukan nama-nama untuk kemudian dipilih oleh city mayor. Bila Duterte merasa tak ada yang cocok dengan nama yang diusulkan, PNP harus mencari nama lain.

Namun, yang paling fenomenal adalah cara Duterte berurusan dengan para pelaku tindak kriminal yang beraksi di jalanan. ''I am very strict. They must pay for the crimes they committed,'' tegasnya. Kebijakan yang diambil simpel saja: sikat habis. Meski tak pernah mengungkapkan itu secara formal, kebijakannya adalah di-810 (tembak mati untuk istilah polisi Indonesia, Red).

Yang menjadi sasaran adalah para pelaku kriminal yang sudah beberapa kali masuk penjara, penjahat kakap, dan terutama para pengedar narkoba. Duterte benci setengah mati terhadap para pengedar narkoba. ''Karena yang menjadi korban bukan hanya penggunanya, tapi juga masyarakat,'' ucapnya dengan nada geram.

Karena itu, tak heran bahwa dalam beberapa kali wawancara TV, seorang Atorney yang juga merangkap City Administrator, Melchor Y. Quintain, sering membawa foto para buron dan memberikan peringatan. ''Orang ini sudah beberapa kali melakukan kejahatan berat. Saya rasa, hidupnya tak lama lagi. Bisa jadi dibunuh oleh musuh gangnya. Tapi, ini saya bercanda lho,'' kata Quintain.

Meski ada kata ''saya ini bercanda'' di akhir kalimat, siapa pun tahu bahwa Quintain tak sekadar bercanda. Kata itu lebih bermakna pengingkaran secara formal. Tapi, kata-katanya jelas merupakan peringatan. Dan, benar, berselang tiga hari sejak siaran TV itu, orang tersebut ditemukan tewas tertembak di kota General Santos.

Itu terjadi karena ada yang dinamakan satu kelompok misterius bernama DDS (Davao Death Squad). Kelompok itulah yang melakukan ''pekerjaan kotor'' tersebut. Namanya itu disebarkan dari mulut ke mulut dan secara formal kelompok ini sebenarnya tak pernah ada. Tak ada satu pun pejabat resmi Duterte's Administration yang mengakui itu. Duterte sendiri ketika saya tanya soal DDS mengelak. ''Saya tidak tahu itu. Lebih baik kita bicara soal lain,'' jawabnya.

Menurut salah seorang pejabat kota yang tak mau disebut namanya, DDS memang ada dan sifat keanggotaannya sangat cair. ''Nunggu order saja. Ada yang dari militer, polisi, dan juga orang sipil. Di sini banyak orang sipil yang jago tembak,'' tuturnya. Menurut dia, yang biasa dikontak ada 50-100 orang. Bayarannya 5 ribu peso per kepala.

Karena itu, sejak dua tahun lalu -wacana soal DDS kali pertama muncul-, tak ada ampun bagi para penjahat di Davao. Sebelumnya memang sudah ada petrus, tapi belum sesistematis seperti dua tahun terakhir ini. Hingga kini, DDS masih terus beroperasi.

Masyarakat Davao sudah paham bahwa ketika tiba-tiba ada seorang pria mendekat, kemudian menembak kepala preman atau pengedar narkoba, pria itu adalah anggota DDS. ''Bahkan, tak jarang di tengah keramaian sekalipun pada siang bolong,'' ucap Jerry, warga Indonesia yang sudah 10 tahun tinggal di Davao.

Menurut Jerry, tiap bulan lebih dari 20 penjahat tewas. ''Lihat saja di koran. Hampir tiap hari ada penjahat yang tewas. Kadang, sekali tembak bisa lima orang,'' urainya.

Menariknya, salah seorang murid Sekolah Indonesia Davao (SID) pernah diambil oleh DDS saat di mal. Dia sudah dibawa ke tempat sepi. Namun, ketika akan mengeksekusi, anggota DDS itu mencocokkan lagi fotonya. Karena memang bukan yang dimaksud, anggota DDS tersebut meminta maaf, memberi dia uang sebagai tanda penyesalan, dan kemudian mengantarkan kembali ke tempat dia diambil.

Semua warga yang saya temui mengatakan tahu soal DDS. ''Katanya digaji sendiri oleh Mayor. Cuma, tidak ada yang tahu siapa mereka,'' kata Joseph, sopir taksi yang saya tumpangi.

Dia menyatakan senang dengan adanya DDS. ''Bagi orang baik-baik, DDS itu malah membantu. Jadi, kami tak ada masalah dengan adanya DDS,'' tuturnya.

Namun, tak semua sependapat dengan Joseph, terutama Komisi HAM Filipina. Agustus lalu Komisi HAM Filipina mendatangi Duterte dan mengklarifikasi atas disappearance in person (penghilangan orang). Sebab, sejak Januari lalu, komisi ini mendapat pengaduan dari keluarga penjahat yang di-810, yang merasa bahwa kejahatan yang dilakukan anggota keluarganya tak sepadan dengan hukuman mati.

Tapi, di hadapan komisi itu, Duterte tetap menyanggah dan menyatakan tak tahu-menahu soal disappearance tersebut. Tentu saja, mana ada pejabat yang mengaku melakukan pekerjaan kotor tersebut. Bukan itu saja. Goyangan terhadap wali kota yang telah memimpin selama 15 tahun tersebut juga merambah ke bidang lain. Duterte juga dibidik lawan-lawan politiknya atas tudingan kolusi. Sejumlah proyek besar kota, kabarnya, jatuh ke tangan keluarganya.

Namun, apa pun tudingan lawan politik dan komisi HAM, banyak warga yang merasa senang kepada Duterte. ''Dia wali kota yang baik dan tegas. Kami senang kepadanya,'' klaim Joseph. (lea)

Tidak ada komentar: