03 Juni 2010

Doddy Sularso Bangun, Bos CV Raja Tebu

Sumber: Jawapos, Selasa 2 Juni 2010
http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=137245

Doddy Sularso Bangun, Bos CV Raja Tebu, Penjual Minuman Sari Tebu
Memeras Miliaran Rupiah dari Sari Tebu

Pengusaha sejati takkan menyerah ketika salah satu bisnisnya macet. Seperti Doddy yang kembali meraup sukses dengan bisnis minuman sari tebu berkonsep kemitraan, selepas bisnis kayunya mengalami kebangkrutan.

LUCKY NUR HIDAYAT, Jakarta

---

KEGAGALAN adalah sukses yang tertunda. Pepatah itu mungkin cocok untuk menggambarkan perjalanan usaha Doddy Sularso Bangun. Dia mampu bangkit dari kejatuhan bisnis kayu cetakan atau moulding yang dibangun sejak 2001 di Jambi.

''Macetnya bisnis pengelolaan kayu yang saya bangun pada 2004 membuat saya nekat merantau ke Jakarta,'' katanya saat ditemui di kediamannya di Bilangan Simprug, Jakarta Selatan, kemarin (1/6).

Pengalaman pahit ditipu orang dan mulai menipisnya stok kayu akibat gencarnya aksi pemberantasan pembalakan kayu secara liar dan illegal logging, membuatnya ogah kembali bergelut dengan gelondongan-gelondongan kayu. ''Gara-gara kayu juga saya sempat berurusan dengan yang berwajib karena bersitegang dengan polisi di Jambi,'' ungkap penggemar olahraga biliar ini.

Sempat luntang-lantung hidup tak jelas di Jakarta, bahkan menjadi bandar togel, pria yang mengaku gemar tawuran saat SMP dan SMA ini kemudian bertekad ingin sukses di ibu kota. ''Saya dulu kurang kasih sayang. Bapak saya tentara dan meninggal sewaktu saya masih kecil dan ibu pedagang di pasar yang harus bekerja sendiri menghidupi keluarga. Akibatnya, saya pun harus berpindah-pindah sekolah,'' terangnya.

Setelah berputar-putar ibu kota mencari inspirasi usaha baru, Doddy yang kehausan lantas membeli sari tebu. Rupanya jodoh dengan bisnis ini mulai di sini. Saat membeli sari tebu untuk kali pertama di Jakarta, pria kelahiran Jambi, 15 Agustus 1972 ini heran.

Air sari tebu yang dipasarkan pedagang di ibu kota kurang bersih dan rasanya tak seenak yang di Jambi. Karena penasaran dia pun mengamati beberapa pedagang sari tebu. ''Setiap pedagang di pinggir jalan di Mangga Besar, Jakarta Barat, tebu di pertokoan Glodok dan tempat lain saya satroni. Eh, walhasil saya menemukan fakta, beberapa di antara mereka tak menjual air sari tebu murni,'' terang anak pasangan Suprayitno dan Sulasmi ini. Apalagi, tebu yang digunakan juga tak cocok untuk dijadikan sari tebu.

Dari pengamatannya, banyak pedagang yang tak menjaga kebersihan sehingga warna sari tebu yang dihasilkan gelap. ''Sepulang dari survei saya merenung. Di otak saya terngiang-ngiang satu kalimat, jualan sari tebu yang tak murni saja laris, apalagi yang murni,'' ujar jebolan Fakultas Hukum Universitas Taruma Negara ini.

Suami Elly ini juga paham betul bagaimana mengolah tebu menjadi sari tebu dengan rasa enak. Sebab, saat kecil dia sering mengonsumsi tebu di tanah kelahirannya, Jambi, yang memang dikenal memiliki tebu berkualitas tinggi. Air sari tebunya banyak dan lebih manis daripada tebu kebanyakan. Akhirnya pada 2005 dengan modal Rp 50 juta, Doddy memutuskan membuat lima gerai Sari Tebu Murni dengan bahan baku tebu yang didatangkan langsung dari Jambi.

Walau sang istri kurang sreg karena belum melihat potensi bagus di bisnis tebu ini, bendera CV Raja Tebu tetap dikibarkan. Di awal episode bisnis sari tebu, dengan gerobak dorongnya, Doddy sering dikejar-kejar trantib di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dan pulang dengan tangan hampa. ''Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, tidak disangka respons masyarakat lebih dari yang diperkirakan. Begitu roda usaha diputar, langsung banyak yang mengajukan diri untuk bermitra,'' terangnya.

Melihat peluang ini, pria yang mengaku bisa naik haji, membeli rumah, dan mobil dari hasil berjualan tebu ini lantas mematenkan merek dagangnya dan membuat konsep kemitraan. Itu agar gerai Sari Tebu Murni bisa lebih banyak. Salah satu konsep gerai yang sangat laris terjual saat ini adalah menggabungkan sepeda motor dan gerobak. ''Dengan konsep ini si penjaja sari tebu bisa menjemput bola dengan menyambangi keramaian daripada hanya menetap di satu lokasi tertentu dan berharap pembeli datang,'' ujarnya.

Penghobi hampir semua jenis olahraga ini menjual paket gerai sepeda motor gerobak seharga Rp 39,5 juta per unit. Sedangkan gerai yang statis dijual dengan harga Rp 21,5 juta per unit dan yang di mal Rp 28,5 juta per unit. ''Ini murah lho. Itu sudah termasuk biaya pelatihan karyawan, mesin penggilingan tebu, tabung kaca untuk menampung air perasan tebu, saringan, dan tenda pelindung matahari,'' ungkap pria yang mengaku tak pernah malu menjalankan bisnis apa pun ini.

Yang istimewa, lanjutnya, karena usaha tersebut bersifat kemitraan, tak ada royalti yang harus dibayar pedagang. ''Tetapi, untuk menjaga standar kualitas air tebu, kami mewajibkan para mitra membeli tebu yang khusus didatangkan setiap hari dari Jambi," ujarnya.

Minimal setiap hari 4.000 batang tebu dikirim dari Jambi. Per batang dilego kepada para mitra seharga Rp 6.800, plus tambahan Rp 1.000 kalau tebu itu diantarkan ke tempat berjualan. Rata-rata pedagang menghabiskan 25 batang tebu setiap hari. ''Sehari bisa menjual 80 gelas saja dengan harga jual tanpa es Rp 3.500 per gelas atau Rp 4.500 per gelas dengan es, balik modal bisa tercapai sekitar lima bulan,'' seloroh pria yang tengah berencana membuka gerai di Singapura ini. (*/c2/kim)

Tentang Doddy

Nama: Doddy Sularso Bangun.

Lahir : Jambi, 15 Agustus 1972

Pendidikan : Fakultas Hukum Universitas Taruma Negara

Jabatan : Pemilik CV. Raja Tebu

Istri : Elly

Anak : Helen, Andreas, Cindy, Felix, Celline


Sumber: Jawapos, Rabu 2 Juni 2010
http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=137244

Naik Kelas, Sari Tebu Jadi Minuman Hotel Mulia

PENGALAMAN mengembangkan bisnis tebu selama lima tahun membuat insting Doddy semakin tajam. Itu juga yang dia tularkan kepada beberapa anak buahnya. Khususnya, yang menjadi ujung tombak di lapangan, yakni penjaja sari tebu dengan gerobak dan motor.

Salah satu hal yang Doddy berikan adalah resep sederhana untuk mengatasi penurunan omzet penjualan kala musim hujan tiba. Selama dua tahun pertama bisnis itu berjalan, bapak lima anak tersebut selalu dipusingkan oleh penurunan omzet sampai 40 persen untuk gerai di pinggir jalan kala musim hujan datang. Bahkan, penurunan omzet bisa lebih dari itu jika hujan turun sehari penuh.

Dia pernah iseng dengan meminta beberapa penjual sari tebu mendatangi tempat keramaian apa pun meski hujan. Ada yang mendatangi lokasi di dekat mal, tetapi tak dapat izin dari keamanan karena dianggap mengganggu arus lalu-lintas.

Namun, salah seorang penjual ternyata meraup sukses ketika berdagang di sekitar hotel dan apartemen. "Itu salah satu keuntungan yang didapat ketika gerai dan pelayanan kami menomorsatukan kebersihan. Karena itu, para penghuni hotel dan apartemen kalangan atas atau kaum berdasi tak canggung untuk meneguk minuman itu pada musim hujan," jelas penggemar olahraga voli tersebut.

Apalagi, kalangan berduit itu terbiasa menenggak minuman dingin pada kondisi apa pun, tak terkecuali kala cuaca dingin. "Sebab, mereka terbiasa tinggal di lingkungan ber-AC yang dingin. Itu membuat mereka lebih kuat dingin," papar dia.

Pucuk dicita, ulam pun tiba. Karena laris, salah satu gerai di Hotel Mulia, Jakarta, pun melirik usaha tersebut. "Alhamdulillah, sekarang, setiap bulan puasa, kami sebulan penuh diminta menggiling dan menyajikan sari tebu dalam hotel tersebut," ucap dia.

Doddy kini bukan lagi penjual sari tebu, tetapi penjual gerai dan tebu untuk mitra-mitranya. Gerai yang dijualnya kepada mitra mulai 10 sampai 20 gerai. Kini dia disuplai petani plasma tebu di Jambi dengan luas lahan 1.000 hektare.

Saat ini penyuka mobil jeep ini juga mampu meraup keuntungan miliaran rupiah dari kinerja gerainya yang kini lebih dari 800 unit yang tersebar di hampir seluruh daerah nusantara. Mitranya 350 orang lebih dengan karyawan lebih dari 900 orang. ''Jangan bicara omzetlah, bisa menakutkan. Yang jelas, bisa untuk beli satu rumah di Pondok Indah,'' terangnya lantas terkekeh. (luq/c11/kim)

Tidak ada komentar: